Selasa, 27 September 2016

Antara Sumenep Dan Sampah Antariksa


Ada yang sudah dengar berita, atau isu tentang jatuhnya Pesawat atau kemunculan UFO di Sumenep? Jika belum, silahkan Googling untuk melihat berita lengkapnya.

Diduga kuat, beberapa obyek tersebut merupakan sampah antariksa yang jatuh kembali ke Bumi. Disebutkan juga, bahwa dalam katalog NORAD (North American Aerospace Defence Command), salah satu obyek jatuh memiliki nomor identitas 41730.


Ini Penampakannya..

Menurut beberapa sumber, dan salah satunya dari LAPAN, obyek ini dinyatakan sebagai sampah antariksa dari roket Falcon 9 buatan Space X, yang melakukan peluncuran untuk satelit komunikasi JCSAT-16 pada 14 Agustus 2016. 

Mengacu pada penjelasan LAPAN dan Astronom Amatir di kompas.com, terdapat pernyataan sbb :

" ..faktor ketinggian orbit obyek 41730 yang semakin lama semakin rendah. Pada 17 Agustus 2016, orbitnya 184 km x 35.912 km (baca : orbit lonjong dengan titik terdekat 184 km dan titik terjauh 35.912 km). Sementara pada 20 September 2016 TU lalu orbitnya sudah berubah dramatis menjadi 96 km x 6.448 km. 'Lima hari kemudian orbitnya berubah dramatis kembali menjadi 105 km x 1.145 km. Semua ini merupakan pertanda bahwa roket bekas itu akan segera jatuh kembali ke Bumi,' "

" ..bagian Falcon 9 manakah yang mungkin jatuh di Sumenep? Menurut Thomas, benda misterius yang jatuh diduga tingkat dua Falcon 9. Falcon 9 merupakan roket dua tingkat. Saat membantu sebuah peluncuran satelit, tingkat pertama roket akan mendorong muatan ke ketinggian 150 - 300 kilometer dari permukaan bumi. Pada roket kontemporer, tingkat pertama ini akan kembali lagi mendarat di bumi dan bisa digunakan untuk peluncuran satelit lainnya. Sementara itu, tingkat dua roket atau upperstage akan mengantarkan muatan ke ketinggian orbit, sekitar 35.000 kilometer dari permukaan bumi. Bagian roket itu tidak akan mendarat kembali ke bumi tetapi tertinggal sebagai sampah antariksa."

BENARKAH ?

Silahkan Perhatikan Video Youtube Berikut Ini..


To The Point :
Upper Stage, start di ketinggian 70 KM https://youtu.be/QZTCEO0gvLo?t=1174 
Satelit dirilis di ketinggian sekitar 500 KM https://youtu.be/QZTCEO0gvLo?t=2935

Jadi 41730 aka Obyek yang jatuh itu, adalah Satelitnya (JCSAT-16), atau Upper Stage Roket Falcon 9 nya? 

Pasti akan kebingungan, jika membaca pernyataan LAPAN dan Astronom Amatir diatas bukan?

So, mari kita perhatikan Faktanya..

Versi LAPAN & Astronom Amatir : 
Obyek 41730 adalah Tingkat Dua (Second Stage) Falcon 9.
Obyek 41730 mencapai ketinggian / titik terjauh dari Bumi sekitar 35.000 KM.

Versi Video Footage :
Pada Second Stage / Upper Stage Falcon 9, Satelit dirilis di Ketinggian sekitar 500 KMSisanya, Satelit melayang sendirian tanpa bantuan Roket Pendorong Falcon 9.

Second Stage / Upper Stage Falcon 9
TIDAK MENCAPAI KETINGGIAN 35.000 KM !!!

Jadi jelas disini, Teori dibandingkan Fakta yang terjadi, seringkali tidak sejalan. :D

Begitu juga Teori versus Logika. Manakah yang lebih masuk akal dan berpeluang untuk jatuh ke Bumi? Benda sejauh 35.000 KM atau 500 KM? ;)

Silahkan anda jawab sendiri.. ^_^

Bila mengacu pada bentuk dan posisi obyek tersebut yang diklaim berada di second stage, atau upper stage proses peluncuran roket Falcon 9. 

Maka dugaan kuatnya, obyek tersebut adalah sebuah komponen yang ada dalam ruang pendingin untuk Merlin Engine.



PERTANYAANNYA..

BAGAIMANA MUNGKIN BENDA YANG "KATANYA"
 TELAH MENCAPAI KETINGGIAN 35.000 KILOMETER
BISA JATUH KEMBALI KE BUMI DALAM WAKTU 43 HARI ???

JAWABANNYA..

JELAS TIDAK MUNGKIN, 
KARENA BENDA TERSEBUT
TERNYATA HANYA MENCAPAI KETINGGIAN 500 KILOMETER !!!

KESIMPULANNYA..

SAMPAI DETIK INI
TIDAK ADA BUKTI NYATA 
BAHWA BENDA BUATAN MANUSIA 
BISA MENCAPAI KETINGGIAN PULUHAN RIBU KILOMETER

DAN

JIKA SAMPAH ANTARIKSA DARI KETINGGIAN 500 KM
SUDAH MULAI BERJATUHAN 
YANG JELAS BERBAHAYA BAGI KESELAMATAN MANUSIA
MAKA BERSIAPLAH PADA ANCAMAN HUJAN SAMPAH ANTARIKSA
DI MASA YANG AKAN DATANG

MANUSIA (SERAKAH) SEDANG MENCIPTAKAN KIAMATNYA SENDIRI

(Mau Tahu Bahayanya Sampah Antariksa -- > Klik!)

Jumat, 09 September 2016

OSIRIS Rex - Antara Misi Dan Mimpi


OSIRIS Rex. Mungkin hanya sedikit saja orang yang pernah dengar nama ini.

OSIRIS Rex, adalah misi luar angkasa yang bertujuan untuk mengambil sampel dari Asteroid dengan nama Bennu.

Disebutkan, misi ini membutuhkan dana sebesar 800 Juta USD, plus 183,5 Juta USD untuk tumpangan dari Roket Atlas V. 

Total nya sekitar MINIMAL 983,5 Juta USD, atau setara dengan 


Rp. 12.883.850.000.000,- 
(12 Trilyun Rupiah per Kurs Dolar hari ini)

Sebuah nilai fantastis, yang bakal membutakan mata siapa saja demi mendapatkan proyek tersebut, tanpa perduli apa kata orang.

Setelah baru saja diluncurkan, OSIRIS Rex direncanakan untuk menempuh perjalanan selama 2 Tahun, dan kemudian diharapkan akan bertemu dengan Asteroid Bennu di jalur orbitnya. 

OSIRIS Rex akan melakukan Mapping permukaan Asteroid selama 505 Hari dari ketinggian 5 Kilometer. Dan dari hasil Mapping itu lah, nantinya akan digunakan untuk menentukan lokasi pengambilan sampel via Lengan Robot. (Tanpa Mendarat)




Mungkin kah?

Baik, sebelum menjawabnya, ada baiknya kita cari tahu dulu berapa sih kecepatan dari OSIRIS Rex dan Asteroid Bennu.

Dari data yang ada di https://en.wikipedia.org/wiki/OSIRIS-REx, Kecepatan OSIRIS Rex disebutkan berkisar di 13.200 Mph. WOW!!

Kemudian berapa kecepatan Asteroid Bennu? 63.000 Mph!!! (https://en.wikipedia.org/wiki/101955_Bennu)

Hmm.. 

It's a Real Magic! 

Too Good To Be True!

Logikanya, saat OSIRIS Rex nyamperin Asteroid Bennu dari samping, dengan meluncur ke arah yang sama. OSIRIS Rex bakal makan hati setengah mati.

Kenapa? Karena baru Say Hello, sedetik kemudian Asteroid Bennu sudah berada 22 Kilometer di depannya. ^_^ #GagalPDKT

Namun, bagaimanapun juga, OSIRIS Rex terlanjur diluncurkan.
Yang kita bisa, hanyalah menunggu beritanya di Tahun 2018, dan menunggu hasilnya di Tahun 2023. 

Penasaran dengan penampakan ASLI dari Asteroid Bennu? Perhatikan gambar dibawah ini.



Btw, sebagai hiburan sembari menunggu hasil Mimpi, eh Misi OSIRIS Rex. 
Silahkan tonton Video Youtube di bawah ini. :) 

Sebuah Kesalahan Teknis dari Proyek bernilai 12 Trilyun Rupiah?? :D
(Silahkan Skip Durasi 15:00 ke 35:00 - Hemat Kuota Internet)

Rabu, 07 September 2016

Jarak Matahari Dan Bumi Dalam Perspektif Sederhana


Menangapi banyaknya pertanyaan di FP FlatEarthIndonesia, baik via Komentar maupun Inbox tentang topik ini, maka semoga tulisan ini bisa membantu memberikan pencerahan dari begitu banyaknya kesimpang siuran informasi tentang Jarak Matahari - Bumi. (Baik versi GE maupun FE)


Btw, dalam versi NASA, Jarak Matahari - Bumi ada di sekitar :


94,5 Juta Miles = 152.083.008 Kilometer





( Kita Ambil Jarak Terjauhnya Biar Terkesan WOW ^_^ )

Namun  hasil observasi oleh berbagai sumber, seringkali kurang mendukung hal tersebut.

Perhatikan beberapa foto dibawah ini..






Apakah foto foto diatas tampak masuk akal untuk menggambarkan Matahari dengan Diameter 1,3 Juta Kilometer dan Sejauh 152 Juta Kilometer? 

Jelas Tidak. ;)


So, tampaknya Jarak Matahari - Bumi lebih dekat daripada yang diklaim oleh NASA. 


Baik, sebelum memulai ada baiknya kita perhatikan data yang ada sbb :


- Sudut Ketinggian Matahari dilihat dari Aceh = 84
°

- Sudut Ketinggian Matahari dilihat dari Jayapura = 38°

- Jarak dari Aceh ke Jayapura dalam garis lurus = 4.950 Kilometer

Berdasarkan data diatas, maka bisa kita buat gambar Perspektif Sederhana seperti dibawah ini :

1. Jika Bumi Bulat.
Jarak Aceh ke Jayapura adalah 4.950 km. Jika dibuat perbandingan dengan Lingkar Bumi sepanjang 40.075 km, maka akan diperoleh sekitar 12% bagian, atau sama dengan membentuk sudut dalam lingkaran sekitar 43° ( 360° x 12%).
Dikombinasi dengan Sudut Ketinggian Matahari, dan dibandingkan dengan Jari Jari Lingkar Bumi (6.731 km), maka Jarak Titik Pusat Matahari - Titik Pusat Bumi adalah 50.968 km, dengan kata lain Matahari berada setinggi 44.597 km dari Permukaan Bumi ( 50.968 - 6.371 ). 


2. Jika Bumi Datar.
Kombinasi Jarak Aceh ke Jayapura, dengan sudut Ketinggian Matahari dari masing masing kota, dapat memberikan kita Perspektif Sederhana tentang Ketinggian Matahari dari Permukaan Bumi. Yaitu di sekitar 3.960 km*

* Dengan catatan, Jika Bumi 100% Datar seperti Lantai. Sedangkan di FP, sudah ada penjelasan bahwa Bumi tampaknya tidaklah 100% Datar, namun memiliki sedikit kecembungan pada permukaannya, dimana hal tersebut membuat Matahari tampak lenyap saat Malam Hari.



Bagaimana? Masih berpikir bahwa spesifikasi Matahari se-WOW yang diklaim NASA? :D

Bagaimanapun juga, gambaran tentang Jarak Matahari - Bumi diatas, adalah berdasarkan Perspektif Sederhana, dengan tingkat akurasi yang belum mencapai 100%. 

Tidak bisa dipungkiri pula, bahwa lapisan Atmosfer, tekanan udara, dan temperatur udara di atas sana, sangatlah berpengaruh terhadap arah Sinar Matahari dan sudut bayangan yang terbentuk.

Namun demikian, poin yang bisa diambil dari sini adalah : 


Matahari ternyata TIDAK SEJAUH, dan TIDAK SEBESAR yang selama ini diklaim oleh NASA ataupun Ilmu Pengetahuan Umum. 

Kamis, 25 Agustus 2016

Firmament - Batas Langit Terakhir (Bagian 3)


Dari dua artikel sebelumnya sudah bisa didapatkan kesimpulan, bahwa rekor tertinggi untuk Manusia ke Luar Angkasa adalah 112 Kilometer, dan untuk Wahana Antariksa adalah 60.000 Kilometer.


Dan seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa salah satu penyebab mengapa Tidak Mudah bagi Manusia untuk pergi ke Luar Angkasa, adalah karena begitu sayangnya Sang Pencipta pada Manusia, hingga memberikan Tameng alami untuk menangkal bahaya dari Angin Surya, yaitu Sabuk Radiasi Van Allen.


Secara masuk akal, Sabuk Radiasi ini sangatlah bermanfaat untuk kelangsungan hidup umat manusia, tidak saja hanya sebagai Tameng, namun juga berfungsi untuk "membatasi" suhu Bumi dengan range ideal bagi kehidupan di Bumi.


Selain daripada itu, Sabuk Radiasi ini sebenarnya juga membantu kita untuk mengingat kebesaran-NYA. Loh? Ya, nggak salah baca, Sabuk Radiasi Van Allen berperan langsung dalam pertunjukan Arurora Borealis dan Australis.





Sayangnya, secara tidak masuk akal, Sabuk Radiasi ini justru dianggap sebagai Rintangan  oleh beberapa Ilmuwan, khususnya yang telah bercita cita pergi ke Luar Angkasa sejak dari dalam kandungan. :D


Lebih gilanya lagi, bahkan mereka sepakat untuk "menjinakkan" rintangan tersebut dengan menghalalkan segala cara, dalam artian mencoba sebuah teknologi yang tampaknya TIDAK DIPIKIRKAN DAMPAK BURUKNYA, khususnya terhadap Habitat Manusia.


Ada 2 Program, yang saat ini dimaksudkan untuk proses "penjinakan" Sabuk Radiasi Van Allen. Mari kita perhatikan satu persatu..


1. HAARP (High frequency Active Auroral Research Program)




Secara formal, HAARP adalah Program Penelitian Gabungan antara : U.S Air Force, U.S Navy, University of Alaska, dan DARPA (Defense Advanced Research Project).


Pada dasarnya, HAARP dijelaskan sebagai sebuah program penelitian untuk menganalisa Ionosfer, dan menggali potensi pengembangan di bidang Komunikasi dan Pengawasan.


Tetapi apakah benar demikian? 


Sebelum menjawabnya, ada baiknya kita memahami dulu cara kerja fasilitas penelitian ini.


HAARP, dalam operasinya, menghasilkan transmisi radio Phased Array berkekuatan besar dalam frekuensi tinggi, dan dipancarkan dari 180 buah Antena yang diposisikan berjajar membentuk persegi panjang (12 x 15), dan menempati wilayah seluas 13 Hektar di Alaska.


Meski para Ilmuwan dibalik program ini selalu menyangkal tudingan miring yang sering mereka sebut sebagai sekedar Teori Konspirasi. Namun nyatanya, mereka sendiri tidak konsisten dengan tujuan awal program tersebut dibentuk.


Ingat, secara formal, target penelitian HAARP adalah Ionosfer, dimana berdasarkan update terakhir, Ionosfer ada di Atmosfer dengan ketinggian 75 Kilometer s/d 1.000 Kilometer. 




Tapi secara khusus, program ini ternyata menarik minat tersendiri terhadap zona transisi dari Atmosfer ke Magnetosfer.  

Mau tahu di ketinggian berapa Magnetosfer berada?

65.000 Kilometer - tepat berada pada sisi luar Outer Van Allen Radiation Belt. Jelas bukan sebuah kebetulan. ;)

Kesimpulannya? Mereka TIDAK KONSISTEN, dan sekaligus menunjukkan apa yang sebenarnya mereka target menggunakan "Tembakan" Gelombang Elektromagnetik dari HAARP. 


Ya, Sabuk Radiasi Van Allen - demi melancarkan perjalanan ke Ruang Angkasa.


Teknik yang mereka gunakan ini, disebut juga dengan Ionospheric Heater (Pemanasan Ionosfer), yang seharusnya beroperasi di wilayah Ionosfer. 


Namun faktanya, salah satu program mereka yang memanfaatkan VLF (Very Low Frequency) dalam bentuk Whistler Mode, ditujukan untuk masuk dan menyebar di Magnetosfer, dimana dalam perjalanannya akan berinteraksi langsung dengan Sabuk Radiasi Van Allen. 


Sebuah Kebetulan? Semua pasti tahu jawabannya. :D


Silahkan tonton Video di bawah ini, agar lebih jelas dan paham tentang HAARP berdasarkan ulasan History Channel. 




Salah satu indikasi adanya "Modifikasi" pada langit, atau tepatnya Ionosfer, mudah terlihat dengan adanya Fenomena Alam berupa bentuk Awan yang terbilang tidak lazim. Sekaligus juga sebagai contoh nyata dari Eksperimen tentang Efek Gelombang Elektromagnet pada Uap Air dalam Video diatas. 


Sudah jelas bukan, HAARP tidak semata mata melakukan penelitian, namun memang bermaksud "membongkar" susunan Sabuk Radiasi Van Allen, agar di masa depan perjalanan ke Luar Angkasa akan lebih sedikit menemui kendala.


2. HiVOLT (High Voltage Orbiting Long Tether)

Jika sebelumnya program HAARP tampak berbelit belit dengan tujuannya, sistem yang satu ini- HiVOLT, lebih berani dan gamblang (sekaligus bodoh) dalam menggambarkan target utamanya, yaitu "Menguras dan Menghilangkan" Van Allen Radiation Belt.

Untuk awal, mungkin bisa baca deskripsi dalam sub judul "Proposed Removal" di Wikipedia tentang Van Allen Radiation Belt.


Dijelaskan juga disitu, bahwa HiVolt adalah sebuah sistem yang terdiri dari 5 Buah Tether bermuatan listrik tegangan tinggi, dengan panjang 100 Kilometer, dan dibentangkan dari beberapa satelit. Bayangan mudahnya, Sebuah satelit seolah memiliki ekor sepanjang 100km dan ekor tersebut bertegangan tinggi, yang kemudian dibawa berkeliling pada Orbit Bumi.

Untuk apa? Disebutkan disitu, untuk "menjinakkan" Inner Belt yang dikatakan MENGANCAM obyek apapun pada Low Earth Orbit, tepatnya di ketinggian 1.000km s/d 2.000km.


Perhatikan Video dibawah ini, tentang bagaimana HiVOLT bekerja. 
(Full Screen Mode Recommended)


Jadi istilah mudahnya, teknologi HiVOLT ini ditujukan untuk "Menyayat Sehelai Demi Sehelai" bagian dari Van Allen Radiation Belt. 

Tragis, tanpa berpikir panjang, sekelompok Manusia yang menganggap dirinya Jenius, ternyata cukup lancang untuk bermain main dengan ciptaan-NYA. 

Semoga semua pembaca tersadar. Bahwa sebelum Kiamat yang ada dalam Kitab Suci semua Agama itu datang, kita berpotensi mengalami Kiamat Artifisial akibat ulah sekelompok orang yang masih tetap bermimpi untuk Menembus FIRMAMENT - BATAS LANGIT TERAKHIR

Apakah tidak ada yang menyadari fenomena alam akhir akhir ini? 
Kacaunya Musim, Badai Petir, Curah Hujan Tinggi, Banjir, Naiknya Suhu Global, Kekeringan, Badai Pasir, Angin Puting Beliung, Gempa Bumi, dll 


Sebaiknya semua mulai lebih waspada dan mawas diri dalam menghadapi kondisi alam kedepan. 

Global Warming? Itu Baru Permulaan!

-- REMEMBER YOUR GOD --

Jumat, 19 Agustus 2016

Firmament - Batas Langit Terakhir (Bagian 2)


Sebelumnya kita sudah membahas rekor ketinggian yang bisa dicapai Manusia, serta salah satu "batas" langit yang terbilang mustahil untuk ditembus - Van Allen Radiation Belt.

Apa sih sebenarnya fungsi Van Allen Radiation Belt?

Sabuk Radiasi ini, pada dasarnya adalah "Tameng" yang terbentuk oleh Medan Magnet Bumi, yang berfungsi mengikat partikel bermuatan dari Radiasi Matahari dan mencegahnya menyentuh secara langsung permukaan Bumi. 

Dengan kata lain, Diciptakan Demi Kebaikan Umat Manusia.

Sebelumnya kita juga sudah sedikit membahas, bagaimana dampak buruk Sabuk Radiasi dan lingkungan Ruang Angkasa terhadap Wahana Luar Angkasa, khususnya Satelit. 

Bagaimana dengan dampaknya bagi Manusia?
Tidak lebih baik. Partikel Radiasi ini dapat menjadi ancaman bagi Manusia maupun sistem biologi yang ada dalam Orbit Bumi. 
Misalnya, saat menyentuh permukaan kulit, Partikel Radiasi dapat mengionisasi air dan protein dalam tubuh, menyebabkan kerusakan sel, memodifikasi dna, rna, dan protein, yang dapat mengarah pada timbulnya kanker, gangguan sistem kekebalan tubuh, dan gangguan kesehatan lainnya.

Dan Bila segala resiko yang ada pada Van Allen Belt diatas ditambah lagi dengan resiko dari Space Debris (Sampah Luar Angkasa), yang ada di Low Earth Orbit ke atas. 

Maka bisa disimpulkan, bahwa untuk mencapai mimpi ke batas langit tertinggi, Manusia harus menghadapi Zona Kritis di Ketinggian 1.000km s/d 6.000km (Sabuk Radiasi + Sampah Luar Angkasa). 

Dan itu adalah Mustahil!! Kecuali Sang Pencipta memang berkehendak lain. 

Mau tahu seberapa bahayanya Sampah Luar Angkasa ini? Perhatikan..


Micrometeoroid vs Kaca Depan Space Shuttle Challenger di misi STS-7

Kerusakan di Sayap Bagian Bawah Space Shuttle Discovery di misi STS-114

Kerusakan di Radiator Space Shuttle Endeavour di misi STS-118

Micrometeoroid vs Cupola Window ISS

Yang di atas barusan, masih kelas ringan, dan merupakan dampak yang ada di Zona Ketinggian dibawah 1.000km. Alias belum di Mix Up dengan Sabuk Radiasi.

Ngomong ngomong Soal ukuran Sampah Luar Angkasa, mau yang lebih mantab? Yang bahkan sudah jatuh ke tanah? Ini dia..





Coba bayangkan, apa yang akan terjadi, saat efek Van Allen Radiation Belt dikombinasi dengan Space Debris berkecepatan tinggi, dan bisa sebesar itu..??

Bila masih sulit membayangkannya, coba perhatikan ilustrasi versi GE berikut :

Van Allen Radiation Belt

Space Debris


Kesimpulannya??

KEHANCURAN MISI LUAR ANGKASA!!

Tetapi, itu masih belum seberapa. Saat anda sedang membaca artikel ini, sudah ada 2 upaya nyata dari sekelompok manusia yang mencoba meminimalisir "dampak buruk" dari Van Allen Radiation Belt dengan teknologi terkini, semata demi memuluskan target mereka mewujudkan ambisi untuk pergi ke Luar Angkasa. 

Renungkan, Apa Yang Kira Kira Akan Terjadi Saat "Tameng" Alami Habitat Manusia Disingkirkan? 

Btw, sebenarnya upaya itu sekaligus membuktikan, bahwa sampai dengan detik ini, Manusia TIDAK PERNAH BISA MENEMBUS VAN ALLEN RADIATION BELT

Jadi, sejauh ini, batas tertinggi yang bisa diukur oleh Manusia menggunakan teknologi yang ada (Van Allen Probe), masih sebatas sisi luar dari Outer Van Allen Belt, tepatnya di ketinggian 60.000km

Dan bisa jadi, itulah lapisan akhir dimana Firmament berada. 

Semoga teknologi Manusia mendatang, semakin bisa membuktikan keterbatasan Manusia saat berhadapan dengan batas batas yang telah diciptakan-NYA. Amin..

(Bersambung)