Kamis, 25 Agustus 2016

Firmament - Batas Langit Terakhir (Bagian 3)


Dari dua artikel sebelumnya sudah bisa didapatkan kesimpulan, bahwa rekor tertinggi untuk Manusia ke Luar Angkasa adalah 112 Kilometer, dan untuk Wahana Antariksa adalah 60.000 Kilometer.


Dan seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa salah satu penyebab mengapa Tidak Mudah bagi Manusia untuk pergi ke Luar Angkasa, adalah karena begitu sayangnya Sang Pencipta pada Manusia, hingga memberikan Tameng alami untuk menangkal bahaya dari Angin Surya, yaitu Sabuk Radiasi Van Allen.


Secara masuk akal, Sabuk Radiasi ini sangatlah bermanfaat untuk kelangsungan hidup umat manusia, tidak saja hanya sebagai Tameng, namun juga berfungsi untuk "membatasi" suhu Bumi dengan range ideal bagi kehidupan di Bumi.


Selain daripada itu, Sabuk Radiasi ini sebenarnya juga membantu kita untuk mengingat kebesaran-NYA. Loh? Ya, nggak salah baca, Sabuk Radiasi Van Allen berperan langsung dalam pertunjukan Arurora Borealis dan Australis.





Sayangnya, secara tidak masuk akal, Sabuk Radiasi ini justru dianggap sebagai Rintangan  oleh beberapa Ilmuwan, khususnya yang telah bercita cita pergi ke Luar Angkasa sejak dari dalam kandungan. :D


Lebih gilanya lagi, bahkan mereka sepakat untuk "menjinakkan" rintangan tersebut dengan menghalalkan segala cara, dalam artian mencoba sebuah teknologi yang tampaknya TIDAK DIPIKIRKAN DAMPAK BURUKNYA, khususnya terhadap Habitat Manusia.


Ada 2 Program, yang saat ini dimaksudkan untuk proses "penjinakan" Sabuk Radiasi Van Allen. Mari kita perhatikan satu persatu..


1. HAARP (High frequency Active Auroral Research Program)




Secara formal, HAARP adalah Program Penelitian Gabungan antara : U.S Air Force, U.S Navy, University of Alaska, dan DARPA (Defense Advanced Research Project).


Pada dasarnya, HAARP dijelaskan sebagai sebuah program penelitian untuk menganalisa Ionosfer, dan menggali potensi pengembangan di bidang Komunikasi dan Pengawasan.


Tetapi apakah benar demikian? 


Sebelum menjawabnya, ada baiknya kita memahami dulu cara kerja fasilitas penelitian ini.


HAARP, dalam operasinya, menghasilkan transmisi radio Phased Array berkekuatan besar dalam frekuensi tinggi, dan dipancarkan dari 180 buah Antena yang diposisikan berjajar membentuk persegi panjang (12 x 15), dan menempati wilayah seluas 13 Hektar di Alaska.


Meski para Ilmuwan dibalik program ini selalu menyangkal tudingan miring yang sering mereka sebut sebagai sekedar Teori Konspirasi. Namun nyatanya, mereka sendiri tidak konsisten dengan tujuan awal program tersebut dibentuk.


Ingat, secara formal, target penelitian HAARP adalah Ionosfer, dimana berdasarkan update terakhir, Ionosfer ada di Atmosfer dengan ketinggian 75 Kilometer s/d 1.000 Kilometer. 




Tapi secara khusus, program ini ternyata menarik minat tersendiri terhadap zona transisi dari Atmosfer ke Magnetosfer.  

Mau tahu di ketinggian berapa Magnetosfer berada?

65.000 Kilometer - tepat berada pada sisi luar Outer Van Allen Radiation Belt. Jelas bukan sebuah kebetulan. ;)

Kesimpulannya? Mereka TIDAK KONSISTEN, dan sekaligus menunjukkan apa yang sebenarnya mereka target menggunakan "Tembakan" Gelombang Elektromagnetik dari HAARP. 


Ya, Sabuk Radiasi Van Allen - demi melancarkan perjalanan ke Ruang Angkasa.


Teknik yang mereka gunakan ini, disebut juga dengan Ionospheric Heater (Pemanasan Ionosfer), yang seharusnya beroperasi di wilayah Ionosfer. 


Namun faktanya, salah satu program mereka yang memanfaatkan VLF (Very Low Frequency) dalam bentuk Whistler Mode, ditujukan untuk masuk dan menyebar di Magnetosfer, dimana dalam perjalanannya akan berinteraksi langsung dengan Sabuk Radiasi Van Allen. 


Sebuah Kebetulan? Semua pasti tahu jawabannya. :D


Silahkan tonton Video di bawah ini, agar lebih jelas dan paham tentang HAARP berdasarkan ulasan History Channel. 




Salah satu indikasi adanya "Modifikasi" pada langit, atau tepatnya Ionosfer, mudah terlihat dengan adanya Fenomena Alam berupa bentuk Awan yang terbilang tidak lazim. Sekaligus juga sebagai contoh nyata dari Eksperimen tentang Efek Gelombang Elektromagnet pada Uap Air dalam Video diatas. 


Sudah jelas bukan, HAARP tidak semata mata melakukan penelitian, namun memang bermaksud "membongkar" susunan Sabuk Radiasi Van Allen, agar di masa depan perjalanan ke Luar Angkasa akan lebih sedikit menemui kendala.


2. HiVOLT (High Voltage Orbiting Long Tether)

Jika sebelumnya program HAARP tampak berbelit belit dengan tujuannya, sistem yang satu ini- HiVOLT, lebih berani dan gamblang (sekaligus bodoh) dalam menggambarkan target utamanya, yaitu "Menguras dan Menghilangkan" Van Allen Radiation Belt.

Untuk awal, mungkin bisa baca deskripsi dalam sub judul "Proposed Removal" di Wikipedia tentang Van Allen Radiation Belt.


Dijelaskan juga disitu, bahwa HiVolt adalah sebuah sistem yang terdiri dari 5 Buah Tether bermuatan listrik tegangan tinggi, dengan panjang 100 Kilometer, dan dibentangkan dari beberapa satelit. Bayangan mudahnya, Sebuah satelit seolah memiliki ekor sepanjang 100km dan ekor tersebut bertegangan tinggi, yang kemudian dibawa berkeliling pada Orbit Bumi.

Untuk apa? Disebutkan disitu, untuk "menjinakkan" Inner Belt yang dikatakan MENGANCAM obyek apapun pada Low Earth Orbit, tepatnya di ketinggian 1.000km s/d 2.000km.


Perhatikan Video dibawah ini, tentang bagaimana HiVOLT bekerja. 
(Full Screen Mode Recommended)


Jadi istilah mudahnya, teknologi HiVOLT ini ditujukan untuk "Menyayat Sehelai Demi Sehelai" bagian dari Van Allen Radiation Belt. 

Tragis, tanpa berpikir panjang, sekelompok Manusia yang menganggap dirinya Jenius, ternyata cukup lancang untuk bermain main dengan ciptaan-NYA. 

Semoga semua pembaca tersadar. Bahwa sebelum Kiamat yang ada dalam Kitab Suci semua Agama itu datang, kita berpotensi mengalami Kiamat Artifisial akibat ulah sekelompok orang yang masih tetap bermimpi untuk Menembus FIRMAMENT - BATAS LANGIT TERAKHIR

Apakah tidak ada yang menyadari fenomena alam akhir akhir ini? 
Kacaunya Musim, Badai Petir, Curah Hujan Tinggi, Banjir, Naiknya Suhu Global, Kekeringan, Badai Pasir, Angin Puting Beliung, Gempa Bumi, dll 


Sebaiknya semua mulai lebih waspada dan mawas diri dalam menghadapi kondisi alam kedepan. 

Global Warming? Itu Baru Permulaan!

-- REMEMBER YOUR GOD --

Jumat, 19 Agustus 2016

Firmament - Batas Langit Terakhir (Bagian 2)


Sebelumnya kita sudah membahas rekor ketinggian yang bisa dicapai Manusia, serta salah satu "batas" langit yang terbilang mustahil untuk ditembus - Van Allen Radiation Belt.

Apa sih sebenarnya fungsi Van Allen Radiation Belt?

Sabuk Radiasi ini, pada dasarnya adalah "Tameng" yang terbentuk oleh Medan Magnet Bumi, yang berfungsi mengikat partikel bermuatan dari Radiasi Matahari dan mencegahnya menyentuh secara langsung permukaan Bumi. 

Dengan kata lain, Diciptakan Demi Kebaikan Umat Manusia.

Sebelumnya kita juga sudah sedikit membahas, bagaimana dampak buruk Sabuk Radiasi dan lingkungan Ruang Angkasa terhadap Wahana Luar Angkasa, khususnya Satelit. 

Bagaimana dengan dampaknya bagi Manusia?
Tidak lebih baik. Partikel Radiasi ini dapat menjadi ancaman bagi Manusia maupun sistem biologi yang ada dalam Orbit Bumi. 
Misalnya, saat menyentuh permukaan kulit, Partikel Radiasi dapat mengionisasi air dan protein dalam tubuh, menyebabkan kerusakan sel, memodifikasi dna, rna, dan protein, yang dapat mengarah pada timbulnya kanker, gangguan sistem kekebalan tubuh, dan gangguan kesehatan lainnya.

Dan Bila segala resiko yang ada pada Van Allen Belt diatas ditambah lagi dengan resiko dari Space Debris (Sampah Luar Angkasa), yang ada di Low Earth Orbit ke atas. 

Maka bisa disimpulkan, bahwa untuk mencapai mimpi ke batas langit tertinggi, Manusia harus menghadapi Zona Kritis di Ketinggian 1.000km s/d 6.000km (Sabuk Radiasi + Sampah Luar Angkasa). 

Dan itu adalah Mustahil!! Kecuali Sang Pencipta memang berkehendak lain. 

Mau tahu seberapa bahayanya Sampah Luar Angkasa ini? Perhatikan..


Micrometeoroid vs Kaca Depan Space Shuttle Challenger di misi STS-7

Kerusakan di Sayap Bagian Bawah Space Shuttle Discovery di misi STS-114

Kerusakan di Radiator Space Shuttle Endeavour di misi STS-118

Micrometeoroid vs Cupola Window ISS

Yang di atas barusan, masih kelas ringan, dan merupakan dampak yang ada di Zona Ketinggian dibawah 1.000km. Alias belum di Mix Up dengan Sabuk Radiasi.

Ngomong ngomong Soal ukuran Sampah Luar Angkasa, mau yang lebih mantab? Yang bahkan sudah jatuh ke tanah? Ini dia..





Coba bayangkan, apa yang akan terjadi, saat efek Van Allen Radiation Belt dikombinasi dengan Space Debris berkecepatan tinggi, dan bisa sebesar itu..??

Bila masih sulit membayangkannya, coba perhatikan ilustrasi versi GE berikut :

Van Allen Radiation Belt

Space Debris


Kesimpulannya??

KEHANCURAN MISI LUAR ANGKASA!!

Tetapi, itu masih belum seberapa. Saat anda sedang membaca artikel ini, sudah ada 2 upaya nyata dari sekelompok manusia yang mencoba meminimalisir "dampak buruk" dari Van Allen Radiation Belt dengan teknologi terkini, semata demi memuluskan target mereka mewujudkan ambisi untuk pergi ke Luar Angkasa. 

Renungkan, Apa Yang Kira Kira Akan Terjadi Saat "Tameng" Alami Habitat Manusia Disingkirkan? 

Btw, sebenarnya upaya itu sekaligus membuktikan, bahwa sampai dengan detik ini, Manusia TIDAK PERNAH BISA MENEMBUS VAN ALLEN RADIATION BELT

Jadi, sejauh ini, batas tertinggi yang bisa diukur oleh Manusia menggunakan teknologi yang ada (Van Allen Probe), masih sebatas sisi luar dari Outer Van Allen Belt, tepatnya di ketinggian 60.000km

Dan bisa jadi, itulah lapisan akhir dimana Firmament berada. 

Semoga teknologi Manusia mendatang, semakin bisa membuktikan keterbatasan Manusia saat berhadapan dengan batas batas yang telah diciptakan-NYA. Amin..

(Bersambung)

Selasa, 16 Agustus 2016

Firmament - Batas Langit Terakhir (Bagian 1)



Batas Langit..

Seberapa jauh Manusia bisa mencapainya? atau malah mungkin menembusnya?

Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengintip dulu catatan pencapaian Rekor Ketinggian oleh Manusia, beserta Teknologinya sampai dengan saat ini.

Wahana Berawak

Pesawat Jet :
1977. MiG25-M. Ketinggian 37,65 km.


Balon Udara dengan awak (Space Jump) :
2012. Felix Baumgartner. Ketinggian 38,96 km.

(Versi lain adalah oleh Alan Esutace, 2014 di Ketinggian 41,42 km. Tapi terkesan Fake, karena TIDAK ADA bukti pendukung yang jelas dan detail, baik berupa foto maupun video)


Pesawat Terbang:
2004. SpaceShipOne. Ketinggian 112 km.


Jadi sudah jelas, berdasarkan catatan Rekor Tertinggi pencapaian Manusia untuk menjauh dari permukaan Bumi adalah di 112km.

Wahana Tak Berawak

Balon Udara :
2002. BU60-1, Balloon Center, Ofunato City, Japan. Ketinggian 53 km.

Meriam :
1966. HARP's Project -  Bull's Space Gun. Ketinggian 180 km.

Satelit : 
Dari 6.600 Satelit yang pernah diluncurkan, 3.600 diantaranya masih berada di Orbit, namun hanya 1.000 saja yang masih beroperasi. 
Diperkirakan 500 Satelit ada di Low Earth Orbit (160km-2.000km), 50 Satelit ada di Medium Earth Orbit (20.000km), dan sekitar 450 sisanya ada di Geostationary Orbit (36.000km). 


Khusus Untuk Satelit, ketinggian yang diklaim tampaknya masih sangat patut dipertanyakan..

Kenapa? Karena adanya Van Allen Radiation Belt 

Van Allen Radiation Belt adalah sebuah lapisan Energi yang terbentuk dari Partikel Bermuatan Listrik, yang tertahan oleh Medan Magnet Bumi. 

Lapisan ini dibagi menjadi 2 Bagian (bahkan sempat menjadi 3 Bagian) :
1. Inner Belt : Range 1.000km - 6.000km
2. Outer Belt : Range 13.000km - 60.000km


Diantaranya terdapat wilayah yang disebut Safe Zone / Safe Slot, disinilah tempat aman bagi Wahana Luar Angkasa untuk mengorbit, karena bebas dari bahaya sabuk radasi tersebut. 

Apa bahaya sabuk radiasi bagi Satelit? Perhatikan yang satu ini..


Mengacu pada fakta adanya Van Allen Radiation Belt ini, maka adalah Lebih Masuk Akal jika Ketinggian maksimal sebuah Satelit ada di kisaran 6.000km - 13.000km. Itupun musti berjibaku dengan Inner Belt untuk mencapainya, dengan syarat Satelit belum terlepas dari Roket Pendorong. 

Tapi kalau pengen nggak repot, sebenarnya cukup "gantung" saja Satelit di kisaran 600km - 1.000km.
Lebih aman dan efesien. ;) 

Sayangnya, BISA JADI itu yang selama ini ini terjadi. :) Loh kok? ^_^

Silahkan bandingkan 2 Video Youtube berikut. 
Terdapat momen serupa yang "Tidak Lazim" dalam hajatan dari keduanya.

Peluncuran BRI sat


Peluncuran Arabsat & G-Sat


Lihat?? 
Diketinggian berapa mereka merayakannya??
Di Ketinggian Sekitar 4.000 Kilometer!! 
Dan tidak seorangpun yang menyadari adanya BAHAYA dari Van Allen Radiation Belt?!?!

Perhatikan ekspresi Direktur Operasional nya. 
Senang tapi bukan Lega, itu hal yang berbeda. 
Cukup janggal mengingat tugas yang sedang diembannya - terkesan main main.

Btw, kalau dipikir pikir, siapa juga yang nggak senang jika dapat Success Fee diluar Gaji Bulanan mencapai Ratusan Ribu Euro? :D

Kesimpulannya? Ketinggian yang tercantum / diklaim, BISA JADI TIDAK AKURAT.

(Bersambung)

Kamis, 04 Agustus 2016

Benarkah Ada "Midnight Sun" Di Antartika?


Sebenarnya, hari ini topik yang akan diangkat adalah Foto tentang Chicago Skyline punya Joshua Nowicki, yang dianggap sebagai Superior Mirage.

Tapi  menjadi teralihkan kala melihat seorang GE sejati, yang begitu ngototnya dalam tayangan Youtube menjelaskan tentang "Kemustahilan FE". 

Bahkan judul Video Youtubenya saja terkesan sangar dan gahar. 
"Flat Earth Debunked by Antarctica Documentary" yang bila diterjemahkan "Flat Earth Terbukti Tidak Benar Oleh Dokumenter Antartika".

Orang yang otot lehernya kuat banget, dan tahan nggak minum ini, sempat menunjukkan sebuah tayangan yang disebutnya sebagai Video Dokumenter dari Antartika. (Yang Akhirnya Ketahuan Belangnya)

Sebelumnya, silahkan minum air putih terlebih dulu, supaya nggak kehausan saat menonton. :)



Yang bersangkutan begitu yakinnya, bahkan mungkin mengalahkan keyakinannya kepada Sang Pencipta, bahwa Video tersebut akan mematahkan semua anggapan FE bahwa Bumi adalah Datar, serta Antartika adalah batas pinggiran yang melingkar. 

Dengan kata lain, jika sampai ada Midnight Sun di Antartika, alias Matahari tidak tenggelam tapi justru berputar mengelilingi Observer 360° (Clockwise) dalam 24 Jam, maka pemahaman FE selama ini adalah Keliru. 

Persepsi dan Ambisi yang bersangkutan bisa saja dimaklumi, namun Apakah Video tersebut  memang bisa dijadikan sebagai dasar kuat? Apakah Video tersebut murni, tanpa rekayasa untuk tujuan tertentu?

Setelah meneliti lebih jauh video yang dimaksud frame demi frame, ternyata Video ini masih mengandung unsur Rekayasa Digital didalamnya. Miris.

Silahkan perhatikan Video Pertama dari Flat Earth Indonesia ini :
(Terpaksa Buat Demi Mencapai Pengertian Pembaca/ Penonton)


Selamat Menonton.. ;) 

Rabu, 03 Agustus 2016

Mengenang Kisah Pendaratan Manusia Di Bulan (Hoax Detected)


Tidak lama berselang, Dunia memperingati keberhasilan Hoax pendaratan di Bulan oleh misi Apollo 11 yang ke-47, bersama ini #FlatEarthIndonesia menyajikan "Flash Back" beserta ulasannya.

(Link Berita : http://www.foxnews.com/science/2016/07/20/47-years-ago-today-apollo-11-landed-on-moon.html)

Seperti biasa, Saya akan ambil sumber dari yang sudah ada, berupa dokumentasi yang diunggah di Youtube. 

Ulasannya berdasarkan durasi, jadi siapapun bisa langsung to the point demi hemat kuota internet. :)  



1:55 “very, very fine-grained as you get close to it— it’s almost like a powder.”
3:20 “But, I Can’t see Footprint of My Boot
4:20This An Engine Did Not Leave A crater, of any size
4:35 “I can see some evidence of.. engine but a variant significant amount

Pertanyaannya : 
Bagaimana Mungkin, Jejak Kaki Astronot dan Hembusan Panas dari Roket Pendaratan TIDAK MENINGGALKAN JEJAK pada partikel permukaan Bulan yang disebut mirip bedak (bentuk bubuk)? 



0:11 – 0:31 
Nggak Ada Sun Flare saat Bumi ditampilkan. Kamera Sakti? :P
Bergerak  seolah olah mencoba melihat Matahari di posisi Kanan Atas, lalu tiba tiba “Gangguan Teknis” (Gelap) dan scene lompat ke tampilan lensa kotor dengan Sun Flare. WOW EMEJINGG!! (Orang Jadul Mode ON)
36:05 – 36:50
Buat scene “Pendaratan” dengan efek blur. ^_^ 
Jika itu benar2 efek hembusan roket untuk pendaratan, seharusnya nggak kecolongan di 36:35 dimana dalam sepersekian detik, tampak 2 buah crater mini terlihat sangat clear. :P
45:00 – 51:00 
Pergerakannya tidak stabil, mirip seperti gerakan Kereta Gantung, goyang goyang terseok seok. 
Pasti capek tuh yang narik talinya, tarikannya terlihat tersendat sendat. 
Belum makan sepertinya? ^_^
51:20
Di sini Matahari jelas posisinya dibelakang atas Observer, terlihat dari bayangan yang dihasilkan, tapi penampakan Sun Flare cukup signifikan. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan 0:11 yang posisi Mataharinya ada di depan atas tetapi tanpa Sun Flare?
51:23
Perhatikan pergerakan benda sejenis tongkat lipat yang dibuka dengan cara seperti dilempar oleh Astronot. efek jatuhnya Bumi banget. :D
51:40 – 52:10
Perhatikan KEBOHONGAN NYATA dari pernyataan “it’s almost like a powder” dan “But, I Can’t see Footprint of My Boot” di Link Youtube sebelumnya. 
Semua pasti bisa lihat, itu jelas pasir, dan efeknya saat tersapu kaki Astronot, Bumi banget. :D
55:40 – 56:00
Pengibaran Bendera. Jelas terlihat bahan Bendera itu Kaku, pasti bukan Kain pada umumnya, terlihat jelas pada bekas lipatan ditengah dan di sisi terjauh dari tiang. Karena kaku, membuat terdapat efek membandul yang cukup kentara. Jika kakunya karena hampa udara, harusnya yang muncul efek melayang, bukan membandul.
1:19:55
Oopss.. (Lihat Screenshot) ^_^



Selamat Hari Hoax Pendaratan di Bulan yang ke-47. :D

Senin, 01 Agustus 2016

Dunia Penerbangan Dan NASA (Bagian 3 - Habis)


Akhirnya, setelah cukup waktu bagi kita untuk bersama sama memahami seluk beluk instrumen pesawat dan sistem penerbangan. Sekaligus mengetahui fakta bagaimana pesawat modern diterbangkan oleh sistem yang terkomputerisasi. 

Kini, saatnya menarik benang merah, antara Dunia Penerbangan, dengan NASA.

Pada artikel sebelumnya kita telah tahu apa itu IRS, sekarang saatnya kita mengenal sistem penerbangan yang lebih canggih dan lebih kompleks. Yaitu ADIRU (Air Data Inertial Reference Unit).

ADIRU, adalah komponen kunci untuk mengintegrasikan ADIRS (Air Data Inertial Reference System) yang menyuplai data seputar Kecepatan, Sudut Serang, dan Ketinggian, dengan IR (Inertial Reference) yang menyuplai informasi tentang Posisi dan Ketinggian, yang diteruskan kepada Pilot melalui EFIS (Electronic Flight Instrument System).



So, apa yang salah dengan ADIRU? 

Jika pembaca sudah sempat mengikuti link tentang ADIRU di https://en.wikipedia.org/wiki/Air_data_inertial_reference_unit, maka sudah pasti akan mengetahui bahwa ADIRU digunakan oleh 2 Perusahaan Pabrikan Raksasa Pembuat Pesawat Terbang Komersial. Yaitu AIRBUS dan BOEING.



Selanjutnya, pada halaman itu, silahkan tekan CTRL + F (Find) dan coba cari kata "Honeywell". Ada sekitar 5 Kata akan ditemukan disitu. 

Bila ditelusuri lebih lanjut, akan diketahui bahwa Honeywell adalah salah satu Supplier Terbesar bagi kedua kedua pabrikan raksasa tadi.



So, ada masalah apa dengan Honeywell? 
Tidak ada, selain sejarah perusahaan yang ada di situs resmi mereka (http://www.honeywell.com) menyebutkan tentang ini.. 

"In 1957, we began working on fire detection and alarm systems. In many North American cities, the red and black "Protected by Honeywell" window stickers and placards were nearly as recognizable as the “Round” thermostat. Today we are the global leader in the industry. 
The company's name was officially changed to Honeywell Inc. in 1963.
Six years later, Honeywell instruments helped U.S. astronauts Neil Armstrong and Edwin "Buzz" Aldrin land on the moon." 

Masih merasa kurang lengkap? 
Silahkan telusuri satu persatu hubungan antara Honeywell dengan NASA di http://www.honeywell.com/search#q=nasa

Nah, sekarang saatnya bagi para pembaca menyimpulkan sendiri, atau mungkin menjawab sendiri pertanyaan dibawah ini tanpa perlu bingung lagi..

"Kenapa Dunia Penerbangan Tidak Akan Pernah Mengakui Bahwa Bumi Sebenarnya DATAR?"


Sebagai hiburan, silahkan perhatikan Video Youtube tentang ADIRU oleh pihak Honeywell dibawah ini..




Perhatikan bagaimana ADIRU menggunakan dasar Bumi Bulat yang Berotasi sebagai patokannya. Yang sedikit mengganggu adalah proses "Alignment" atau sebelumnya kita kenal dengan istilah Setup atau Kalibrasi. 

Dikatakan disitu. alignment membutuhkan waktu lebih lama saat berada di wilayah mendekati Kutub, dibandingkan dengan wilayah sekitar Equator (Bergantung Pada Latitude). Padahal, dijelaskan selanjutnya bahwa yang terpenting pada proses Alignment, adalah pesawat wajib dalam posisi stationer / diam. Penjelasan yang sangat sangat Ambigu.    

(Tamat)





Dunia Penerbangan Dan NASA (Bagian 2)


Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan beberapa instrumen penting dari pesawat. Sebagian besar orang awam, akan menduga perangkat tersebut terkait langsung dengan Gravitasi dan Kutub Utara. Dengan kata lain, Pesawat dianggap bisa secara otomatis menyesuaikan posisinya terhadap permukaan Bumi yang Bulat, dan sekaligus menyesuaikan tujuan penerbangannya secara relatif terhadap Kutub Utara. 

Dan akhirnya kita ketahui bersama, bahwa itu Tidak Benar.

Telah dipahami sebelumnya, bahwa instrumen tersebut, kaitannya adalah dengan posisi dan kondisi Pesawat SEBELUM TERBANG (Di Darat), atau SAAT TERBANG LURUS DAN STABIL (Tapi tidak seakurat di Darat).

Di satu sisi, perangkat yang telah dijelaskan sebelumnya, masih tergolong Instrumen Elektromekanik yang umum pada Pesawat generasi awal yang dikenal dengan istilah IFR ataupun IMC, dan termasuk dalam sistem penerbangan INS (Inertial Navigation System)




Di era modern ini, instrumen Elektronik telah menjadi standard bagi semua pesawat modern untuk penerbangan komersil maupun militer. Instrumen Elektronik lebih kompleks dari generasi sebelumnya, dan cukup dikenal dikalangan penerbang dengan nama EFIS.

EFIS, adalah instrumen Elektronik yang digunakan dalam sistem penerbangan yang melibatkan Komputer didalamnya, yaitu IRS (Inertial Reference System). 
Belakangan Gyroscopic Instruments pada INS, yang masih menggunakan rotor dan gimbal, mulai digantikan oleh Ring Laser Gyroscope yang diklaim lebih akurat dan stabil pada IRS.




Meskipun dengan tampilan berbeda, keduanya memiliki fungsi yang pada dasarnya sama, yaitu memberikan informasi kepada Pilot tentang posisi pesawat secara relatif terhadap "posisi awal", juga ditambah beberapa fitur untuk menunjang penerbangan.

So, dengan adanya semua instrumen diatas beserta perkembangannya, bukankah Pilot seharusnya menyadari absennya indikasi Bumi Bulat dalam sebuah penerbangan?  
Yaitu terbang mendatar dan lurus tanpa perlu mengkoreksi ketinggian? 
Seharusnya, iya.

Testimoni underground dari beberapa Pilot jujur di dunia maya, menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tahu akan (kejanggalan) ini.
Namun tentu saja, ada resiko yang harus mereka tanggung saat mempertanyakannya secara terbuka kepada orang lain, khususnya kepada pihak manajemen perusahaan penerbangan. Dan pasti sudah bisa ditebak, bagaimana akhir cerita dari seorang Pilot yang dianggap Gila bukan? Apakah mungkin ada yang rela melepas reputasi dan gaji tinggi demi FE? Jelas tidak, dan itu sangat manusiawi.

Kita, tidak berhak menyalahkan mereka, toh mereka tidak berbohong - sekedar menyimpan kebenaran untuk dirinya sendiri, meskipun akhirnya menjadi sebuah ganjalan di hati. Namun tampaknya, "ganjalan" itu sedikit terobati berkat adanya fitur "Autopilot" yang ada pada hampir semua Pesawat Terbang. Dimana dengan adanya fitur ini, Pilot bisa menjadikannya sebagai "pembenar" bahwa koreksi yang diperlukan, bisa jadi dilakukan secara halus dan otomatis. Sehingga memunculkan asumsi, seolah olah Pesawat, terbang menyesuaikan permukaan Bumi yang Bulat, tanpa campur tangan Pilot secara langsung via kemudi pesawat.

Maka, inilah fakta dimana hanya sedikit saja orang yang tahu, dan membuat Pilot manapun enggan berkomentar. Yaitu bahwa :

Autopilot, mengambil sebagian besar Tugas Pilot saat di Udara.

(Mohon ma'af sebelumnya, bagi siapapun yang berprofesi sebagai Pilot. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjatuhkan atau mendiskreditkan profesi tertentu. Hanya sedikit berbagi wawasan dengan pembaca yang budiman)

Inilah Salah Satu Manfaat Autopilot Pada Pesawat
So, apa itu Autopilot pada Pesawat Terbang? Secara sederhana, itu memaksudkan sebuah fitur otomatis untuk menerbangkan Pesawat, tanpa campur tangan langsung dari Pilot.

Saat ini, Autopilot yang umum digunakan, masih sebatas saat posisi Pesawat sudah terbang, dan selama perjalanan. Sedangkan untuk urusan take off dan landing, Pilot masih mengambil alih. 

Meskipun sebenarnya, teknologi untuk Full Autopilot (Takeoff hingga Landing), sudah ada. 
Namun sepertinya masih butuh pengembangan lebih lanjut, hingga entah kapan, Dunia Penerbangan akan menjadi Full Otomatis, dan Terintegrasi secara Global.

Dalam wawancaranya dengan CNBC, Paul Robinson, Presiden dan CEO dari AeroTech Research menyebutkan "Autopilot pada dasarnya adalah sebuah komputer yang beroperasi dengan sangat, sangat cepat", ditambahkan "Autopilot bisa menerbangkan Pesawat hampir secara keseluruhan, diantara proses Take Off dan Landing".

Autopilot, adalah sebuah sistem yang bergantung pada sejumlah sensor yang ada di badan Pesawat, yang berfungsi untuk mengambil informasi seperti kecepatan, ketinggian, dan turbulensi. 

Dari data ini lah, Komputer akan memproses informasi dan menentukan perubahan apa yang harus dilakukan. Pada dasarnya, Autopilot dapat mengerjakan hampir semua tugas Pilot. 

Biasanya, sebelum Take Off, Pilot memasukkan Rute ke Komputer, seperti posisi awal, posisi akhir, dan juga bagaimana cara sampai kesana. 

Sehingga di Rute tersebut, terdapat serangkaian Titik yang akan tercatat, dimana setiap Titik ini, akan memiliki Kecepatan dan Ketinggian masing masing. 

Setelah Take Off dan pada ketinggian tertentu, Pilot biasanya akan menyalakan Autopilot, yang mana fitur ini akan mengambil alih penerbangan hampir sepanjang perjalanan ke tujuan. Dan ini, adalah prosedur standard di sebagian besar maskapai di dunia - Menggunakan Autopilot Dalam Penerbangan.  

Bahkan, dalam wawancaranya, Paul Robinson sempat menyebutkan bahwa panduan umum yang diberikan kepada Pilot adalah "Biarkan Komputer Yang Bekerja, Karena Komputer Bisa Melakukan Pekerjaan Lebih Baik Dari Seseorang".

Meski begitu, Pilot yang profesional dan memiliki skill tinggi, akan tetap aware meskipun Autopilot dinyalakan. Mereka harus memonitoring dan memastikan semua instrumen dalam posisi yang tepat. 

Jadi, sampai disini bisa disimpulkan, bahwa Asumsi tentang Pesawat yang terbang mengikuti lengkung permukaan Bumi yang Bulat, tetaplah sekedar Asumsi. Yang bila dibiarkan dapat menimbulkan Imajinasi dan fantasi tanpa Bukti.

Hubungannya dengan NASA? Tunggu artikel berikutnya.. :)

(Bersambung)